IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Amonia
Pengujian Amonia ini dilakukan untuk
mengetahui kandungan Amonia pada air limbah serta menentukan apakah kandungan
Amonia yang dibuang ke badan sungai atau lingkungan memenuhi baku mutu. Hasil
pengujian tertera pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil
Pengujian Amonia pada air limbah industri karet dibulan
pertama
No
|
Kode
Sampel
|
Keterangan
|
Hasil Pengukuran |
Fp
|
Hasil
Akhir
mg/L
|
|
Konsentrasi
mg/L
|
Absorbansi
|
|||||
1
|
044
|
***
|
0,12132
|
0,08859
|
25x
|
1,935
|
2
|
044 A
|
*
|
0,05764
|
0,02796
|
||
3
|
054
|
***
|
0,45039
|
0,39311
|
100x
|
22,085
|
4
|
055
|
***
|
0,26474
|
0,22131
|
50x
|
20,325
|
5
|
056
|
***
|
0,12711
|
0,09395
|
100x
|
8,322
|
Keterangan:
(Fp) Faktor
Pengenceran
(*) Hulu Sungai
(**) Hilir Sungai
(***) Outlet IPAL
(****) Inlet IPAL
Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya
pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah, baik limbah domestik dan
limbah industri. Semakin tinggi kandungan amonia pada limbah akan menyebabkan
keracunan pada biota air, jika kadar amonia terlalu tinggi pada suatu perairan
akan menyebabkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh darah pada ikan
oleh sebab itu parameter ini tercantum pada spesifikasi mutu limbah yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah.
Pengujian kadar amonia limbah cair pabrik karet yang
dilakukan di UPT. Laboratorium Lingkungan BLH Provinsi Bengkulu dilakukan
dengan metode Fenat, dimana cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar amonia
didalam contoh air dan air limbah pada kisaran kadar 0,1 mg/L sampai dengan 0,6
mg/L NH3-N pada panjang gelombang 640 nm. Dalam pengujian kadar
amonia, metode yang dilakukan mengikuti aturan Standar Nasional Indonesia (SNI
06-6989.30-2005).
Pengujian kadar amonia dengan metode
spektofotometer secara fenat dilakukan dengan memasukkan sampel limbah cair
karet sebanyak 25 mL kedalam erlenmeyer, menambahkan pereaksi fenol (C6H5OH)
yang bertujuan untuk membebaskan ion ammonium (NH4+)
menjadi amonia (NH3, menambahkan natrium nitroprusid (C5FeN6Na2O) sebagai katalis pembentukan biru
indofenol, Menambahkan larutan pengoksida sebagai pengoksidasi atau senyawa
yang akan mengoksidasi sampel. Menutup dengan aluminium foil untuk menghindari kontak udara bebas dan membiarkannya selama satu
jam untuk pembentukan warna pada larutan dari bening menjadi biru indofenol.
Sifat fisik
sangat perlu diperhatikan sebelum melakukan pengujian yaitu dari warna dan bau
pada sampel, warna dan bau khas amonia yang pekat pada sampel dapat
mempengaruhi saat proses pembacaan pada alat spektrofotometer, untuk
menghindari dari hal tersebut maka dilakukan proses pengenceran, pengenceran ini bertujuan untuk mengurangi konsentrasi zat
terlarut dalam larutan, biasanya dengan menambahkan pelarut yang berlebih, pelarut yang digunakan pada pengenceran sampel limbah
cair ini ialah aquadest.
Dari
hasil perhitungan kadar amonia pada outlet IPAL yang dilakukan, sampel
yang telah dianalisa pada tabel 3 diperoleh kadar amonia yang berbahaya dibuang
keperairan pada kode sampel 054 dan 055 sedangkan pada tabel 4 terdapat pada
kode sampel 096 B. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 5
Tahun 2014 bahwa Baku Mutu Limbah Karet pada parameter amonia yaitu < 15
mg/L yang diperbolehkan dibuang keperairan, sehingga pada sampel 054, 055 dan
096 B berbahaya apabila dibuang kelingkungan masyarakat.
Hal ini
dapat terjadi dikarenakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki
kinerja yang kurang baik. Selain itu pencemaran amonia pada industri karet disebabkan karena
penggunaan amonia
sebagai zat antikoagulan dalam proses
pengolahan menyebabkan kadar amonia tinggi dalam
air limbah.
Tabel 4. Hasil
Pengujian Amonia pada air limbah industri karet dibulan
Kedua
No
|
Kode
Sampel
|
Keterangan
|
Hasil Pengukuran
|
![]() |
Hasil
Akhir
mg/L
|
|
Konsentrasi
mg/L
|
Absorbansi
|
|||||
1
|
064
|
***
|
0,18453
|
0,14708
|
25x
|
3,8147
|
2
|
064 A
|
*
|
0,05330
|
0,02696
|
0,05330
|
|
3
|
073 A
|
**
|
0,16236
|
0,12657
|
0,16236
|
|
4
|
073 B
|
*
|
0,05652
|
0,02863
|
0,05625
|
|
5
|
073 C
|
***
|
0,53279
|
0,46936
|
10x
|
4,808
|
6
|
096 A
|
****
|
0,37557
|
0,32387
|
100x
|
27,566
|
7
|
096 B
|
***
|
0,22816
|
0,18745
|
100x
|
16,116
|
8
|
096 C
|
*
|
0,05067
|
0,02321
|
0,05067
|
|
9
|
096 D
|
**
|
0,32264
|
0,27489
|
10x
|
2,6493
|
Keterangan:
(Fp) Faktor
Pengenceran
(*)
Hulu Sungai
(**)
Hilir Sungai
(***)
Outlet IPAL
(****) Inlet IPAL
Adapun
titik outlet IPAL lainnya yang terdapat ditabel 3 dan 4 pada kode sampel
044, 056, 064 dan 073 C didapatkan kadar amonia yang masih dibawah ambang
batas. Dari
hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan
telah melakukan proses pengolahan IPAL yang telah sesuai untuk parameter amonia.
Dalam pengujian kadar
amonia pada limbah cair, pengendalian mutu sangatlah penting diperhatikan untuk
mengetahui kualitas ketelitian seorang analis. Penentuan %RPD (Relative
Percent Different) yang diperbolehkan adalah dari 0-5%, apabila %RPD lebih besar dari
5% maka pengujian kadar amonia yang dilakukan harus diulang agar mendapatkan
kualitas pengujian yang baik.
Selain penentuan %RPD, kontrol akurasi diperlukan agar mengetahui seberapa
besar kesalahan ataupun gangguan pada saat pengujian kadar dilakukan, kisaran
persen temu balik atau %R(Recovery) yang dapat
diterima adalah 85-115%.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai %RPD dan %R, salah satunya ketidak telitian dalam melakukan
preparasi sampel, penambahan pereaksi, pereaksi yang sudah kadaluarsa dan
peralatan yang tidak bersih sangat berpengaruh pada saat pengujian sehingga
nilai kontaminasi dapat mengganggu hasil yang didapatkan.
No comments:
Post a Comment