Tuesday, October 4, 2016

PEMBAHASAN LIMBAH AMONIA DENGAN SPEKTROFOTOMETER SECARA FENAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Amonia
Pengujian Amonia ini dilakukan untuk mengetahui kandungan Amonia pada air limbah serta menentukan apakah kandungan Amonia yang dibuang ke badan sungai atau lingkungan memenuhi baku mutu. Hasil pengujian tertera pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengujian Amonia pada air limbah industri karet dibulan
               pertama
No
Kode
Sampel

Keterangan

Hasil Pengukuran

Fp
Hasil
Akhir
mg/L
Konsentrasi
mg/L
Absorbansi
1
044
***
0,12132
0,08859
25x
1,935
2
044 A
*
0,05764
0,02796


3
054
***
0,45039
0,39311
100x
22,085
4
055
***
0,26474
0,22131
50x
20,325
5
056
***
0,12711
0,09395
100x
8,322
Keterangan:
                        (Fp)       Faktor Pengenceran
                        (*)         Hulu Sungai
                        (**)       Hilir Sungai
                        (***)      Outlet IPAL
                        (****)    Inlet IPAL
            Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah, baik limbah domestik dan limbah industri. Semakin tinggi kandungan amonia pada limbah akan menyebabkan keracunan pada biota air, jika kadar amonia terlalu tinggi pada suatu perairan akan menyebabkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh darah pada ikan oleh sebab itu parameter ini tercantum pada spesifikasi mutu limbah yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah.
            Pengujian kadar amonia limbah cair pabrik karet yang dilakukan di UPT. Laboratorium Lingkungan BLH Provinsi Bengkulu dilakukan dengan metode Fenat, dimana cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar amonia didalam contoh air dan air limbah pada kisaran kadar 0,1 mg/L sampai dengan 0,6 mg/L NH3-N pada panjang gelombang 640 nm. Dalam pengujian kadar amonia, metode yang dilakukan mengikuti aturan Standar Nasional Indonesia (SNI 06-6989.30-2005).
Pengujian kadar amonia dengan metode spektofotometer secara fenat dilakukan dengan memasukkan sampel limbah cair karet sebanyak 25 mL kedalam erlenmeyer, menambahkan pereaksi fenol (C6H5OH) yang bertujuan untuk membebaskan ion ammonium (NH4+) menjadi amonia (NH3, menambahkan natrium nitroprusid (C5FeN6Na2O) sebagai katalis pembentukan biru indofenol, Menambahkan larutan pengoksida sebagai pengoksidasi atau senyawa yang akan mengoksidasi sampel. Menutup dengan aluminium foil untuk menghindari kontak udara bebas dan membiarkannya selama satu jam untuk pembentukan warna pada larutan dari bening menjadi biru indofenol.
Sifat fisik sangat perlu diperhatikan sebelum melakukan pengujian yaitu dari warna dan bau pada sampel, warna dan bau khas amonia yang pekat pada sampel dapat mempengaruhi saat proses pembacaan pada alat spektrofotometer, untuk menghindari dari hal tersebut maka dilakukan proses pengenceran, pengenceran ini bertujuan untuk mengurangi konsentrasi zat terlarut dalam larutan, biasanya dengan menambahkan pelarut yang berlebih, pelarut yang digunakan pada pengenceran sampel limbah cair ini ialah aquadest.
Dari hasil perhitungan kadar amonia pada outlet IPAL yang dilakukan, sampel yang telah dianalisa pada tabel 3 diperoleh kadar amonia yang berbahaya dibuang keperairan pada kode sampel 054 dan 055 sedangkan pada tabel 4 terdapat pada kode sampel 096 B. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2014 bahwa Baku Mutu Limbah Karet pada parameter amonia yaitu < 15 mg/L yang diperbolehkan dibuang keperairan, sehingga pada sampel 054, 055 dan 096 B berbahaya apabila dibuang kelingkungan masyarakat.
            Hal ini dapat terjadi dikarenakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki kinerja yang kurang baik. Selain itu pencemaran amonia pada industri karet disebabkan karena penggunaan amonia sebagai zat antikoagulan dalam proses pengolahan menyebabkan kadar amonia tinggi dalam air limbah.
Tabel 4. Hasil Pengujian Amonia pada air limbah industri karet dibulan
               Kedua
No
Kode
Sampel

Keterangan
Hasil Pengukuran

Hasil
Akhir
mg/L
Konsentrasi
mg/L
Absorbansi
1
064
***
0,18453
0,14708
25x
3,8147
2
064 A
*
0,05330
0,02696

0,05330
3
073 A
**
0,16236
0,12657

0,16236
4
073 B
*
0,05652
0,02863

0,05625
5
073 C
***
0,53279
0,46936
10x
4,808
6
096 A
****
0,37557
0,32387
100x
27,566
7
096 B
***
0,22816
0,18745
100x
16,116
8
096 C
*
0,05067
0,02321

0,05067
9
096 D
**
0,32264
0,27489
10x
2,6493
Keterangan:
                        (Fp)       Faktor Pengenceran
                        (*)         Hulu Sungai
                        (**)       Hilir Sungai
                        (***)      Outlet IPAL
                        (****)    Inlet IPAL
Adapun titik outlet IPAL lainnya yang terdapat ditabel 3 dan 4 pada kode sampel 044, 056, 064 dan 073 C didapatkan kadar amonia yang masih dibawah ambang batas. Dari hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan telah melakukan proses pengolahan IPAL yang telah sesuai untuk parameter amonia.
            Dalam pengujian kadar amonia pada limbah cair, pengendalian mutu sangatlah penting diperhatikan untuk mengetahui kualitas ketelitian seorang analis. Penentuan %RPD (Relative Percent Different) yang diperbolehkan adalah dari 0-5%, apabila %RPD lebih besar dari 5% maka pengujian kadar amonia yang dilakukan harus diulang agar mendapatkan kualitas pengujian yang baik.
            Selain penentuan %RPD, kontrol akurasi diperlukan agar mengetahui seberapa besar kesalahan ataupun gangguan pada saat pengujian kadar dilakukan, kisaran persen temu balik atau %R(Recovery) yang dapat diterima adalah 85-115%.

            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai %RPD dan %R, salah satunya ketidak telitian dalam melakukan preparasi sampel, penambahan pereaksi, pereaksi yang sudah kadaluarsa dan peralatan yang tidak bersih sangat berpengaruh pada saat pengujian sehingga nilai kontaminasi dapat mengganggu hasil yang didapatkan.

No comments:

Post a Comment